Issue LGBT masih kenceng ya? Di mana-mana dibahas. Sampai-sampai artikel
yang sudah saya baca dari media online pun di copy paste lagi panjang-panjang
di grup chatting.
LGBT atau GLBT
adalah akronim
dari "lesbian,
gay,
biseksual,
dan transgender".
Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa
"komunitas gay" karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok
yang telah disebutkan. (wikipedia)
Saya bisa dibilang tahu tentang
lesbian dan gay sejak saya sekolah dasar. Karena ada beberapa teman ibu saya
yang berorientasi demikian. Mereka dulu suka main ke rumah.
Banci, tahunya dari tukang ngamen yang bawa
gitar triplek di film komedi warkop DKI (diperankan oleh Didik Nini Thowok).
Sedang biseksual ngertinya setelah remaja. Itupun karena baca-baca. Kalau
transgender, saya tidak punya kenalan, dan yang saya tahu cuma Dorce saja yang
demikian.
Dari sekedar hanya tahu, pada akhirnya
saya pun bergaul dengan teman-teman LGBT sekitar 7 tahun belakangan ini.
Pergaulan saya hanya sampai pada kenal baik. Sesekali main ke rumah mereka.
Atau diundang nonton fashion show di sebuah club gay. Selanjutnya hubungan saya
lebih ke pertemanan di media sosial.
Satu hal yang membuat saya nyaman
kala berada dekat mereka, bawaan saya happy terus. Ngakak tidak ada habisnya.
Ada saja celoteh mereka yang bikin saya tertawa sampai kejet-kejet. Yang buat
saya bangga juga bisa kenal dengan mereka, sungguh teman-teman LGBT saya adalah
orang yang memiliki talenta. MC, Make Up artis, Designer, Aktris dan lain-lain.
Rata-rata sih mereka memang lebih ke dunia seni. Dan dari mereka jugalah saya
paham, ada LGBT memang pilihan hidup (takdir mereka, dan mereka konsekwen) ada
juga yang abal-abal.
Adalah Mizz Ajeng, sosok LGBT
berstatus shemale (baca: banci) yang
paling dekat dengan saya. Dari dia saya tahu, bahwa banci ngamen yang door to door itu, sesungguhnya bukan
banci. Tapi mereka laki-laki yang berperan sebagai banci; lucu-lucu aneh, biar dapet uang. Mizz Ajeng merasa, sosok banci abal-abal seperti mereka yang membuat
stigma banci itu serem, nakutin, dan mengerikan.
Tapi bener juga sih, sejak berteman dengan Mizz Ajeng, orang yang saya ajak berkenalan dengan Mizz Ajeng
berpendapat, pemikiran tentang banci sedikit berubah.
“iya ih, nggak seserem bayanganku tentang banci” begitu
komentarnya.
Ada omongan yang pernah saya
dengar, bahwa “walau mereka itu
berpenampilan banci, mereka sesungguhnya tetap laki-laki, jadi hati-hati kalau
kamu sebagai perempuan dekat-dekat mereka, laki-laki tetap laki-laki”
Tidak demikian dengan Mizz Ajeng.
Sampai saat ini, yang saya rasakan
terhadapnya ya Mizz Ajeng itu “perempuan”.
Dia sukanya sama laki-laki. Catat. Laki-laki. Banci sejati tidak suka
dengan gay. Banci itu merasa dirinya perempuan. Tapi “terjebak” dalam tubuh laki-laki. Mizz Ajeng
konsekwen loh, dari dia memproklamirkan dirinya sebagai banci, dia tidak pernah
lagi “berwujud” laki-laki. 24 jam hidupnya sebagai “perempuan”. Sholat, pakai
mukena. Pengajian, ya pakai hijab.
Mizz Ajeng juga berhati
“perempuan”, mana kala dia merasa sangat-sangat tersakiti dan kecewa, karena
kekasihnya (yang dia harapkan) seorang laki-laki, ternyata berakhir menjadi
banci juga. Saya ingat, 4 tahun lalu dia bermalam di rumah saya, cuma untuk curhat marah sambil
menangis sejadi-jadinya, sambil berkata : “Mom, aku ini BANCI bukan
LESBIAN”
Saya kenal Mizz Ajeng justru dari
mantan kekasihnya itu yang nota bene teman saya. Finally, justru hubungan saya
jauh lebih karib ke Mizz Ajeng.
Dari sosok Mizz Ajeng lah saya hapuskan
ungkapan “lelaki pengecut itu banci” atau “laki-laki lemah itu banci”. Karena Mizz Ajeng yang banci beneran bukan
sosok pengecut. Tidak ada hubungannya tuh antara laki-laki pengecut sama dengan
banci. Dan banci bukan orang yang lemah. Pejuangan mereka, terutama untuk
bertahan hidup, sungguh luar biasa.
Mizz Ajeng adalah salah satu
orang yang ada disamping saya saat saya terpuruk dalam duka. Saya ingat, lepas
10 hari sepeninggal suami, saya sambangi rumahnya. Berdiri bego begitu lama depan
pintunya yang tertutup. Saat itu masih pagi. Saat saya telepon, Mizz Ajeng
ternyata baru bangun tidur, dan berada di wilayah lain (jauh dari rumah) namun
berhasil 30 menit kemudian, dia sudah ada di samping saya, peluk saya dan kami menangis
bersama.
Saat itu merupakan fase saya berupaya
bangun membenahi hati dan pikiran saya. Fase masih terpuruk-puruknya. Saya mencoba mengalihkan dengan mengikuti team charity for cancer. 14 hari saya ditampung “di sarang” Mizz Ajeng. Dia terima saya dengan hati lapang dan tangan
terbuka. Bahkan hidup hari-hari saya pun ditanggungnya.
Ada satu moment yang tidak bisa
saya lupakan. Tengah malam, saat saya terlelap, dan tiba-tiba saya terbangun
kemudian menangis sejadinya, Mizz Ajeng yang sedang menjahit pesanan baju,
sontak lari memeluk saya dan membisikan kalimat-kalimat Allah. Dia tuntun saya
beristigfar. Lalu kami membaca Al Fatihah bersama, sambil ikut menangis.
Kemudian dia tetap disamping saya, sampai saya terlelap kembali.
Saya pernah nanya ke Mizz Ajeng, kalau dia mati, jasadnya mau sebagai apa? Dia bilang - hal ini juga disampaikan ke ibundanya - "Bu, kalo saya mati, saya udah nggak bisa apa-apa, terserah ibu nanti atau yang masih hidup mengkebumikan saya sebagai apa"
***
Saya tidak membenci LGBT. Juga tidak menistakan mereka. Buat yang sudah menganggap itu sebagai
takdirnya, adalah tanggung jawab hidup dunia akhirat mereka.
Bukan, bukan
karena kedekatan saya dengan cerita di atas. Buat saya, mereka sebagai pribadi,
punya hak juga untuk belajar di sekolah dan perguruan tinggi, bekerja di
kantoran, belanja di pasar, atau mendapat pengobatan. Saya tidak mau nge-judge buat pilihan mereka.
Namun begitu, bukan berarti saya
menjadi bagian dari mereka. Karena takdir saya tidaklah serupa. Kami saat ini
sama-sama berjalan, tapi dengan tujuan yang berbeda.
Sudah aturannya, pasangan mur adalah baut, kutub positif & kutub negatif, lubang kunci dan anak kunci. Bagi yang merasa kodratnya, bersyukurlah. Jaga diri. Tak perlu menghakimi tentang dosa orang lain. Tak usah berkomentar salah dan benar. Menjalani hidup merupakan sebuah pilihan. Tapi saat lahir, kita tak bisa berkehendak.
Tulisan ini murni opini pribadi.
Tidak untuk mengcounter permasalahan di luar sana, dan tidak pula mencari pembenaran atau pembelaan. Jika memang ada
yang tidak sependapat, bukan masalah kok buat saya. Ini
dibuat karena kegelisahan hati saya. Bukan untuk ajang saling mencela.
Cheers
Cibubur, Februari 2016
Kalau kuota cukup, buka ini > https://www.youtube.com/watch?v=TwS318co3ic