Jane
melihat jam dinding berbentuk Heksagram
diatas sofa. 09.47 . Masih ada waktu untuk beberes sekedarnya. Apartemen
bernuansa broken white
ini sebenarnya sudah rapi. Tapi Jane tidak ingin tamunya nanti memiliki kesan
tidak nyaman, walau ia tahu kemungkinan besar ia tidak akan bertemu untuk kedua
kalinya. Harum bunga lily segar memenuhi segala penjuru ruangan.
Disudut dekat jendala, nampak berderet koleksi novel dan biografi tokoh terkenal, seperti penulis Sir Arthur Conan Doyle yang menjadi inspirasi hidup Jane, dalam hal mempelajari client
Disudut dekat jendala, nampak berderet koleksi novel dan biografi tokoh terkenal, seperti penulis Sir Arthur Conan Doyle yang menjadi inspirasi hidup Jane, dalam hal mempelajari client
Jane,
seorang yang perfeksionis. Dalam segala hal ia sangat teratur. Tertata rapi,
dan sempurna. Tidak suka bersosialisi secara terbuka. Pilihan tinggal di
apartemenpun bagian dari karakternya, tak perlu basa-basi dengan tetangga.
Kehidupan Ekslusive. Cocok dengan pekerjaannya sebagai seorang konsultan
Bel pintu berdentang lembut dua kali
Jane membuka pintu dan mempersilahkan tamunya masuk. Setelah bersalaman, Jane mengajak duduk . Wanita cantik, berkulit putih pucat, dan bermata sayu. Usianya 42 tahun. Pakaiannya sekilas nampak biasa, tapi Jane tahu, itu koleksi perancang sekaligus butik impor ternama keluaran enam bulan lalu
Bel pintu berdentang lembut dua kali
Jane membuka pintu dan mempersilahkan tamunya masuk. Setelah bersalaman, Jane mengajak duduk . Wanita cantik, berkulit putih pucat, dan bermata sayu. Usianya 42 tahun. Pakaiannya sekilas nampak biasa, tapi Jane tahu, itu koleksi perancang sekaligus butik impor ternama keluaran enam bulan lalu
Sejenak,
Jane teringat akan beberapa client
yang menggunakan jasanya. Mereka memiliki type yang sama. Tersohor , kaya raya, dengan wajah putus asa
“Apa kabar, Tante. Kenapa tidak langsung turun di depan gedung?” Jane membuka percakapan. Mereka duduk bersebrangan
Wanita yang disapa tante itu terkejut. Ia sama sekali belum pernah berjumpa dengan Jane. Konsultasi hanya lewat e-mail dan telepon. Pertemuan merupakan tanda kesepakatan mereka dari hasil pembicaraan yang sudah final
“Dari mana Mbak Tahu? Iya saya sengaja, saya pikir dengan berjalan sejenak, saya akan punya waktu untuk berfikir. Tapi hati saya sudah mantap. Tapi bagaimana Mbak Jane bisa tahu?”
“Mudah saja, ujung celana panjang Tante basah. Di luar kan baru reda hujan. Kalo Tante tadi turun depan gedung, pasti tetap kering”
Wanita itu tersenyum lega. Ah, seharusnya aku berfikir kesitu tadi
“Bagaimana kabar anak-anak, Tante?” Jane menyilangkan kaki kirinya ke kaki kanan.
“Apa kabar, Tante. Kenapa tidak langsung turun di depan gedung?” Jane membuka percakapan. Mereka duduk bersebrangan
Wanita yang disapa tante itu terkejut. Ia sama sekali belum pernah berjumpa dengan Jane. Konsultasi hanya lewat e-mail dan telepon. Pertemuan merupakan tanda kesepakatan mereka dari hasil pembicaraan yang sudah final
“Dari mana Mbak Tahu? Iya saya sengaja, saya pikir dengan berjalan sejenak, saya akan punya waktu untuk berfikir. Tapi hati saya sudah mantap. Tapi bagaimana Mbak Jane bisa tahu?”
“Mudah saja, ujung celana panjang Tante basah. Di luar kan baru reda hujan. Kalo Tante tadi turun depan gedung, pasti tetap kering”
Wanita itu tersenyum lega. Ah, seharusnya aku berfikir kesitu tadi
“Bagaimana kabar anak-anak, Tante?” Jane menyilangkan kaki kirinya ke kaki kanan.
“Anak-anak
sudah saya titip ke Mama mertua, sebelum kesini. Mereka libur sekolah, jadi
bisa seminggu lah mereka disana”
“Apartemen mbak bagus, nyaman sekali” sambungnya sambil menyapu pandangan
Jane tersenyum bangga. Ia mengambil remote dari meja dan menyalakan musik. Lux Aeterna (Requiem for a dream) gubahan Clint Mansell mengalun pelan. Jane lalu mengambil sebuah tablet personal computer dari meja disebelahnya. Disentuh beberapa kali, lalu menyerahkan ke wanita itu.
“Ini, mereka yang pernah kesini”
Wanita itu menerima dan membuka halaman demi halaman dengan sapuan jari. Terkadang berhenti, lalu dibuka lagi. Kemudian berhenti.
“Ini artis, kan? Kalo nggak salah?” Tanya wanita itu.
Jane mengangguk, tersenyum manis. Wanita itu meneruskan membuka halaman foto sampai habis
“Tante, sudah yakin akan keputusan Tante?” Jane mencoba menegaskan
Wanita itu mengangguk mantap. Matanya memancarkan duka
“Apartemen mbak bagus, nyaman sekali” sambungnya sambil menyapu pandangan
Jane tersenyum bangga. Ia mengambil remote dari meja dan menyalakan musik. Lux Aeterna (Requiem for a dream) gubahan Clint Mansell mengalun pelan. Jane lalu mengambil sebuah tablet personal computer dari meja disebelahnya. Disentuh beberapa kali, lalu menyerahkan ke wanita itu.
“Ini, mereka yang pernah kesini”
Wanita itu menerima dan membuka halaman demi halaman dengan sapuan jari. Terkadang berhenti, lalu dibuka lagi. Kemudian berhenti.
“Ini artis, kan? Kalo nggak salah?” Tanya wanita itu.
Jane mengangguk, tersenyum manis. Wanita itu meneruskan membuka halaman foto sampai habis
“Tante, sudah yakin akan keputusan Tante?” Jane mencoba menegaskan
Wanita itu mengangguk mantap. Matanya memancarkan duka
“Tante
masih punya pilihan jika mau” suara Jane terdengar lembut dan bijak
Wanita itu tersenyum, sambil menggeleng. “Saya siap”
Wanita itu kemudian mengeluarkan uang dalam amplop cokelat dari Bottega Venetanya, dan menyerahkan pada Jane. Jane menerima, kemudian berdiri.
“Saya hitung ya Tante”
“Silahkan”
Jane melangkah ke ruang sebelah, dan mengecek keaslian serta jumlah yang telah disepakati. Dua ratus juta rupiah, pecahan seratus ribuan. Tidak berapa lama, Jane kembali lagi.
“Semuanya sesuai, Tante”
“Terima kasih” sahut wanita itu.
“Oiya, Tante suka apa? Panas atau dingin? Teh, kopi, susu, atau ….?”
“Hangat, saya suka hangat. Teh manis hangat, dengan gula jagung”
Jane menuju pantry dan membuatkan pesanan wanita itu, ia juga membuat minuman klasik kegemarannya sendiri, kopi susu.
“Silahkan diminum, Tante. Santai aja, hari ini saya cuma terima tamu Tante doang kok”
Wanita itu menyesap tehnya. Kemudian berhenti sejenak, mengecapkan bibir, kalau-kalau ada rasa yang aneh. Tapi tidak. Ia menyesap sekali lagi. Nikmat.
Lux Aeterna (Requiem for a dream) Clint Mansell masih mengalun. Jane mengajak wanita itu bercerita tentang berbagai hal. Dengan semangat ia menimpali. Terkadang tertawa. Bebas. Tapi sekali lagi, sorot mata nya tidak berubah. Duka dan putus asa
Jane mengambil sebungkus rokok, dan mengeluarkan sebatang.
“Rokok, Tante?”
“Ah, saya mau coba. saya belum pernah merokok sebenarnya”
“Silahkan Tante, semua pasti ada awal nya” . Jane membantu menyalakan dengan menyodorkan api
“Ya, walau sekali seumur hidup kan?”
Tawa mereka berderai
Jam bergerak ke angka 10.38 – berarti sudah lebih dari setengah jam mereka ngobrol sana sini.
“Berapa lama, Mbak Jane?” wanita itu menyesap lagi teh manisnya yang mulai dingin.
“Tiga jam-an lah”
Wanita itu menghabiskan sisa tehnya, kemudian mengambil tas-nya, dan berdiri.
“Kalau begitu, saya pamit sekarang saja. Biar sampai rumah bisa langsung istirahat”
Jane ikut berdiri dan tersenyum. “Boleh saya minta Fotonya, Tante?”
“Boleh”
Jane mengarahkan kamera smartphone berlogo gigitan buah apel, dan mengambil gambar wanita cantik tersebut
“Sudah, terima kasih”
Mereka lalu berjabat tangan. Jane mengantar sampai depan lift tamu Apartemen.
****
Jane menghubungkan Bluetooth smartphone dengan tablet personal computer, kemudian ia menggabungkan foto wanita tadi kedalam album yang ia perlihatkan, lalu disimpannya kembali komputer sebesar buku tulis tersebut .
Jane membereskan cangkir bekas teh tamunya, dicuci, kemudian mengukusnya selama 10 menit, dan diletakan dalam kitchen set
****
Pagi berikutnya.
Harian Nasional . Headline
ISTRI SEORANG GUBERNUR TERSANGKA KASUS KORUPSI DAN DIDUGA MELAKUKAN PEMBUNUHAN, DITEMUKAN MENINGGAL KARENA SERANGAN JANTUNG SAAT TIDUR SIANG
Jane melipat surat kabar tersebut, kemudian ia duduk di depan komputer. Menyesap kopi susu favoritnya. Log in pada sebuah web dengan domain luar.
Wanita itu tersenyum, sambil menggeleng. “Saya siap”
Wanita itu kemudian mengeluarkan uang dalam amplop cokelat dari Bottega Venetanya, dan menyerahkan pada Jane. Jane menerima, kemudian berdiri.
“Saya hitung ya Tante”
“Silahkan”
Jane melangkah ke ruang sebelah, dan mengecek keaslian serta jumlah yang telah disepakati. Dua ratus juta rupiah, pecahan seratus ribuan. Tidak berapa lama, Jane kembali lagi.
“Semuanya sesuai, Tante”
“Terima kasih” sahut wanita itu.
“Oiya, Tante suka apa? Panas atau dingin? Teh, kopi, susu, atau ….?”
“Hangat, saya suka hangat. Teh manis hangat, dengan gula jagung”
Jane menuju pantry dan membuatkan pesanan wanita itu, ia juga membuat minuman klasik kegemarannya sendiri, kopi susu.
“Silahkan diminum, Tante. Santai aja, hari ini saya cuma terima tamu Tante doang kok”
Wanita itu menyesap tehnya. Kemudian berhenti sejenak, mengecapkan bibir, kalau-kalau ada rasa yang aneh. Tapi tidak. Ia menyesap sekali lagi. Nikmat.
Lux Aeterna (Requiem for a dream) Clint Mansell masih mengalun. Jane mengajak wanita itu bercerita tentang berbagai hal. Dengan semangat ia menimpali. Terkadang tertawa. Bebas. Tapi sekali lagi, sorot mata nya tidak berubah. Duka dan putus asa
Jane mengambil sebungkus rokok, dan mengeluarkan sebatang.
“Rokok, Tante?”
“Ah, saya mau coba. saya belum pernah merokok sebenarnya”
“Silahkan Tante, semua pasti ada awal nya” . Jane membantu menyalakan dengan menyodorkan api
“Ya, walau sekali seumur hidup kan?”
Tawa mereka berderai
Jam bergerak ke angka 10.38 – berarti sudah lebih dari setengah jam mereka ngobrol sana sini.
“Berapa lama, Mbak Jane?” wanita itu menyesap lagi teh manisnya yang mulai dingin.
“Tiga jam-an lah”
Wanita itu menghabiskan sisa tehnya, kemudian mengambil tas-nya, dan berdiri.
“Kalau begitu, saya pamit sekarang saja. Biar sampai rumah bisa langsung istirahat”
Jane ikut berdiri dan tersenyum. “Boleh saya minta Fotonya, Tante?”
“Boleh”
Jane mengarahkan kamera smartphone berlogo gigitan buah apel, dan mengambil gambar wanita cantik tersebut
“Sudah, terima kasih”
Mereka lalu berjabat tangan. Jane mengantar sampai depan lift tamu Apartemen.
****
Jane menghubungkan Bluetooth smartphone dengan tablet personal computer, kemudian ia menggabungkan foto wanita tadi kedalam album yang ia perlihatkan, lalu disimpannya kembali komputer sebesar buku tulis tersebut .
Jane membereskan cangkir bekas teh tamunya, dicuci, kemudian mengukusnya selama 10 menit, dan diletakan dalam kitchen set
****
Pagi berikutnya.
Harian Nasional . Headline
ISTRI SEORANG GUBERNUR TERSANGKA KASUS KORUPSI DAN DIDUGA MELAKUKAN PEMBUNUHAN, DITEMUKAN MENINGGAL KARENA SERANGAN JANTUNG SAAT TIDUR SIANG
Jane melipat surat kabar tersebut, kemudian ia duduk di depan komputer. Menyesap kopi susu favoritnya. Log in pada sebuah web dengan domain luar.
Di kliknya
kolom contact us , ada sebaris pesan
baru masuk.
Saya membutuhkan jasa anda. Mohon
secepatnya bertemu. Hubungi saya dinomor ini
Klik home
Dilayar
terbuka sebuah laman :
MENERIMA KONSULTASI BUNUH DIRI
MEMBERIKAN JASA KONSULTASI DAN PELAYANAN BUNUH DIRI SECARA ELEGAN DAN TERHORMAT. TANPA RASA SAKIT DAN MENDERITA. TIDAK MENINGGALKAN JEJAK. EFEK TIDAK LANGSUNG. TIDAK MATI UANG KEMBALI
MENERIMA KONSULTASI BUNUH DIRI
MEMBERIKAN JASA KONSULTASI DAN PELAYANAN BUNUH DIRI SECARA ELEGAN DAN TERHORMAT. TANPA RASA SAKIT DAN MENDERITA. TIDAK MENINGGALKAN JEJAK. EFEK TIDAK LANGSUNG. TIDAK MATI UANG KEMBALI
Jane
membuka kemasan sebuah nomer perdana bersegel
Sign
out, turn off computer
Ia tersenyum sekilas. Bengis.
Ia tersenyum sekilas. Bengis.
Meruya, Oktober 2012
shock.
BalasHapushahaha, gitu doang? Biasanya CEREWET
HapusKiky itu orgnya bisa garang dlm kekalemannya. ia kadang dgn dingin nusuk, tapi ia konsisten. itu karakter kiky yg gw rekam dlm cerpen ini. salut buat endingnya yg dingin tapi sadissss bow. teruslah menulis, Ky.
BalasHapusMakasih Bung, masih banyak perlu belajarr sama elo. hehehe ... *salim*
Hapus