CURCOL

Curcol (20) fenomena (20) Fiksi (9) Opini (19)

Rabu, 24 Oktober 2012

Kelas Tiga

Rabu dinihari, 01.25

“Usahakan yang kelas VIP ya, mbak” , desak seorang wanita berkulit kuning langsat, dan berlensa kontak biru, pada bagian pendaftaran pasien rawat inap di sebuah rumah sakit

“Maaf Ibu, tapi menurut data kami, sisa yang kelas tiga saja” Jawab petugas bernama Marsya ramah

”Aduuuh, gimana sih? VVIP atau yang paling mahal kek, berapapun saya bayar!”

“Maaf Ibu, bukan kami tidak kasih, tapi memang tersisa kelas tiga saja, hari ini memang sedang full pasien. Atau begini, nanti begitu ada kamar, langsung kami pindahkan ke VIP. Bagaimana?”

Wajah wanita itu tampak kesal. Tapi ia tidak punya pilihan

“Baik, tapi tolong kasih saya urutan teratas, dalam daftar tunggu kalau ada yang kosong, langsung pindahkan suami saya“

“Baik, Bu. Pasti. Ini mohon tanda tangani dulu dan bayar depositonya “

Wanita itu membubuhkan tanda tangannya . Ghita Prameswari. Lalu menyerahkan sejumlah uang sesuai pada perjanjian yang tertera.

Ghita kemudian menuju ruang Instalasi Gawat darurat, tempat suaminya sementara di rawat. Ghita melihat suaminya terkulai, dengan wajah putih pucat

“Bagaimana Dok, kondisinya?” Tanya Ghita pada Dokter jaga IGD

“Nyaris saja Bu, untung ibu segera membawa kesini. Obat penenang yang sebelum-sebelumnya dikonsumsi suami Ibu, rupanya sudah menolak bergabung dengan alkohol yang terakhir diminumnya. Bapak Keracunan. Telat sedikit, bisa menyerang jantungnya”

Ghita menarik napas. Wajahnya cemas.

“Sebentar lagi bisa dipindah ke ruang perawatan, dan beliau masih sangat lemah, jadi biarkan nanti langsung tidur. Terkendali kok, Bu”

Ekspresi Ghita tetap cemas

*****
Sehari sebelumnya. 05.30

“Bang, aku hamil lagi” , Wulan menatap Sutan penuh harap. Tapi tampaknya sia-sia, saat ia melihat sorot mata puas kekasihnya berubah menjadi marah

“Sial! Sudah ku bilang, kau KB lah, apa lah, dan kau tau aku nggak mau anak dari kau! Buang!”

“Aku nggak berani bang, ini udah yang ketiga” , air mata Wulan langsung banjir.

“Berapa Bulan?”

“Tiga minggu”

“Buang! Mumpung masih muda! Itu salah mu, bukan salah ku”

Wulan sesegukan. Terbayang sakitnya menggugurkan kedua janin sebelumnya. Sutan meraih dompetnya, lalu memberi 20 lembar seratus ribuan.

“Buang dan stop menangis! Itu uangnya, pergi ketempat biasa. Hubungi aku lagi nanti kalo kau sudah bersih!” Bentaknya

Wulan masih menangis, sambil meremas uang pemberian Sutan. Sutan berpakaian, kemudian pergi meninggalkan Wulan

Saat membuka pintu sedan SUV nya, ada bunyi Blackberry Messanger masuk

Joni Kalong : Bang, TKP siap, jam 10
Sutan : Siapa aja yang ikut? - R
Joni Kalong : Saya, Awer dan Rebak Bang
Sutan : Aman ya? - R
Joni Kalong : Aman, Bang
Sutan : auto text jempol gede - R
Sutan : Meluncur - R

Sutan memacu mobilnya dengan kecepatan 90-100 km/jam, jalanan masih agak lengang, ia bermaksud untuk pulang sebentar, mandi, menukar mobil, lalu menuju tempat ia membuat janji dengan si Joni Kalong.

Tiba-tiba ia merasa mobilnya menyenggol sesuatu, dan terdengar suara benturan keras. Sutan me- rem mobilnya mendadak. Kemudian berhenti. Ia turun dari mobil, sekelilingnya sepi. Beberapa meter di belakang mobilnya, ia melihat seorang pria tergeletak tidak bergerak. Sutan panik. Ia langsung masuk ke mobilnya dan melarikan diri

*****

Ghita mengikuti petugas rumah sakit yang membawa suaminya keruang perawatan. Ia lalu menarik suster yang juga berjalan disebelahnya.

“Sus, kelas tiga itu rame ya kamarnya?” Ghita bergidik

“Iya Bu, di sini kelas tiganya isi enam orang”

“Itu keisi semua?”

“Nanti kita lihat ya, Bu.’

“Saya bisa sewa jasa suster pribadi nggak, buat jagain suami saya?”

“Disini kami wajib menjaga dan merawat perkembangan pasien, Bu”

“Maksud saya, khusus buat suami saya aja, jadi yang ngurus kalo mau apa-apa, ngga berbagi sama yang lain”

Suster itu tersenyum. Macam-macam saja kelakuan orang berduit

“Ya, nanti Ibu ke bagian informasi untuk menanyakan hal itu, sepengetahuan saya sih bisa”

*****

Joni Kalong menunggu dengan gelisah. 15 menit lagi pukul sepuluh. Ia membuang rokok dan menginjaknya, begitu melihat Sutan datang, dengan minibus tanpa jendela. Awer dan Rebak sudah siap.

“Ada berapa orang di mini market itu?” Tanya Sutan begitu turun

“Cuma bertiga. Kasir satu, pelayan satu dan gudang satu” sahut Joni Kalong

“Disana menurut sumber gue, ada uang tiga ratus lima puluhan juta, dan baru mau disetor jam satu siang nanti”

Sutan mengangguk.

“Wer, lu di mobil, mesin nyala, Rebak lu jaga gudang, lo Jon pelayan, gue adepin kasir”

Sutan mengatur strategi singkat. Mereka mengangguk tanda paham. Keempatnya menggunakan penutup wajah terbuat dari stocking hitam

Perampokan mini market hampir sempurna, sebelum salakan senjata api, dan kasir mini market tersungkur bersimbah darah, bertepatan alarm tanda bahaya mini market tersebut berbunyi. Sutan, Joni Kalong dan Rebak langsung keluar dan masuk ke mobil.

Awer memacu kendaraan dengan cepat dan sigap. Di kursi belakang, Sutan mengecek Derringers-nya , kemudian mengeluarkan sisa peluru dan menyimpannya. Tidak ada yang bicara. Joni Kalong yang duduk di sebelah Sutan dan Rebak disamping Awer, nampaknya masih terkejut atas peristiwa di dalam mini market tadi.

“Lu semua kaga usah panik gitu, kenapa? Kayak rampok pemula aja. Itu orang pasti selamet, gue kan cuma nembak bahunya. Salah sendiri, sok pahlawan pake pencet alarm!”

Awer yang tadinya biasa saja karena memang tidak tahu, kini jadi tambah diam, dengan ekspresi serupa dengan kedua temannya. Untung gue bukan yang tugas di dalem

“Kalian langsung aja ke gudang, gue turun disini, sore gue nyusul. Pembagian hasil nanti”

Sutan turun dan melanjutkan perjalan selanjutnya dengan menumpang taxi. Menuju rumah istri simpanannya

*****

Ghita Prameswari akhirnya berada di ruang perawatan kelas tiga. Ia melihat–lihat ruang berukuran delapan kali tiga meter ini. Terdapat enam buah kasur dan lemari kecil, yang hanya dipisahkan dengan gorden, serta satu buah kamar mandi.

Suaminya sendiri menempati bilik nomer enam, posisi di pojok. Disebrang masih kosong. Artinya, kamar ini terisi lima orang pasien . Penyejuk ruangan tidak terasa. Mungkin karena banyak orang. Ini yang Ghita benci.

Ghita masih menunggu datangnya perawat khusus yang dipesannya, saat suara-suara para pasien mulai terdengar. Ada suara mendengung, lalu mengerang, ada yang muntah-muntah dengan suara keras, ada juga yang marah-marah tertahan. Ghita menutup kedua telinganya.

Ia gusar membayangkan berada diruangan ini dengan waktu yang belum bisa di prediksi, kapan bisa dipindah ke kelas perwatan VIP

*****

“Cukup , Mas. Aku nggak sanggup lagi kalau begini”  Ellen meraba sudut bibirnya. Pecah dan berdarah. Beberapa detik sebelumnya , Sutan baru mendaratkan tinjunya ke wajah cantik Ellen

“Gue udah bilang sama Lo, gue ngga suka lo campurin urusan gue. Gue mau ngapain, gaul sama siapa, bukan urusan lo! Bini gue aja kaga pernah protes! Gaya lu udah yang kayak bini beneran gue aja!”

Ellen berdiri lalu berkata lantang

“Aku nggak pernah minta di nikahin siri ya, aku ngga pernah nuntut kamu tinggal disini, kamu kan yang mau? Kamu yang ngejar-ngejar aku kan? Aku juga ngga perrnah nuntut macam-macam? Istri mu aja ngga tau kalo kamu yang suka gasak-gasakin mini market. Aku ngga suka kamu jadi perampok, Mas!”

Sekonyong-konyong Ellen terpental, kepalanya membentur tembok, pelipisnya robek . Sutan kalap, dia memberi bogemnya sekali lagi ke wajah Ellen

“Lo hati-hati kalo ngomong! Lu pikir semua yang lu punya dari mana, kalo bukan dari hasil rampokan gue? Cuih! Semua perempuan sama aja. Sok Suci!!”

Ellen diam tidak bergerak. Pingsan. Sutan menyambar jaket nya, lalu pergi dengan taxi, menuju gudang

Di Gudang, setelah pembagian hasil, mereka berpesta. Berbotol-botol minuman impor , lintingan ganja, dan makanan kecil berserakan di meja. Joni Kalong, Awer dan Rebak tidak berhenti tertawa.

Sutan membuka botol ketiga nya, dan menyodorkan ke teman-temannya. Istri Sutan sedang dalam perjalanan. Kebiasaan Sutan jika dalam kondisi mabuk berat, ia akan minta istrinya untuk menjemput

Isi botol tinggal sepertiga lagi. Tiba-Tiba Sutan Muntah. Sekujur tubuhnya bergetar. Mukanya pucat kebiruan, mulutnya berbusa. Ketiga temannya kaget namun tidak berdaya sama sekali. Rebak tidak bisa beranjak dari kursinya. Sedang Joni Kalong dan Awer terseok mendekati, sambil menggoyangkan tubuh Sutan

“Bang, woi elo kenapa bang ?…” Tanya Awer terbata
.
Sutan tidak bereaksi. Joni Kalong masih sempat berkata “Tolong Sutan” pada wanita didepannya, yang tak lain adalah istri Sutan. Lalu Joni ambruk ditanah. Mabuk berat.

*****

“Bapak Sutan?’ Panggil seorang perawat saat memasuki ruang perawatan kelas tiga.

“Ya, saya” sahut Ghita Prameswari sambil berdiri.

“Oh, saya Kathine Bu. Perawat yang akan menjaga khusus Bapak Sutan”

Shiit! Syukur deh, akhirnya datang juga. Ini udah sejam lebih”

“Iya, Ibu maaf. Karena hari ini sebenarnya saya Off, dan tadi dihubungi apakah saya bersedia, lalu saya langsung kesini”

“Duduk, duduk. Temani saya disini, saya tidak tahan dengar suara-suara itu, pasien yang lain. Menyebalkan. Itulah kenapa saya malas banget ada di kelas tiga. Suami saya jadi tidak bisa istirahat nanti. Kamu tahu, kapan saya dapat VIP?”

“Wah, saya kurang paham. Tapi nanti bisa saya urus update kabarnya”

“Bagus. Eh, ngomong-ngomong mereka ini siapa aja, dan kenapa?" Ghita menyapu telunjuknya kearah bilik-bilik pasien lain

Kathine mulai bercerita dengan suara pelan. Karena kemarin, saat pasien ini masuk, Kathine yang giliran jaga

“Itu yang dekat pintu masuk, perempuan. Pendarahan Hebat, karena tiga kali menggugurkan kandungannya. Dia nangis mulu dari kemarin”

“Widih! Perempuan goblok! Orang susah-susah dapet anak, ini malah di gugurin. Otak nya dikelamin sih!” – cerocos Ghita sengit.

Kathine tersenyum tak berkomentar, kemudian melanjutkan ceritanya

“Sebrangnya seorang Pria, korban perampokan, dia kena senjata api perampoknya, saat mencoba memencet alarm tanda bahaya, rupanya si perampok lihat.”

“Huuuh! Sok-sokan banget ya? Aturan udah sih, diem aja. Cari aman lah, jadi susah sendiri kan?”

“Sebelahnya, korban tabrak lari. Gegar otak. Makanya muntah-muntah mulu”

“Pasti bego nyebrangnya deh, suka sebel sama pejalan kaki tuh ya, nyebrang seenak jidatnya”

“Nah, yang disebelah ini” , Kathine makin merendahkan suaranya “Korban KDRT, dipukulin sampe pingsan sama suaminya”

“Yassalaam, kenapa jadi perempuan bego-bego amat sih? Suami macam gitu masih aja dipiara. Kalo kejadian sama saya, nggak bakalan selamet tuh lelaki!”

Tidak ada yang sadar, kapan Sutan terjaga dan ikut mendengarkan pembicaraan kedua wanita didekatnya. Ghita dan Kathine asik bercerita, sampai mereka mendengar Sutan menangis meraung seperti orang ketakutan. Sekujur tubuhnya bergetar. Suster Khatine berusaha menyadarkan sambil memencet bel bantuan perawat lain. Ghita Prameswari hanya bisa menyaksikan beberapa langkah dari tempat tidur.

Sutan sangat ketakutan, entah karena ia satu ruangan dengan dosa-dosanya atau mendengar komentar-komentar istrinya

*****

Tiga hari kemudian

Di teras sebuah villa, mengahadap taman dengan pemandangan yang cantik dari atas bukit. Hamparan sawah membentang, rumah-rumah penduduk dan asap dari cerobong-cerobong villa kecil benar-benar obat cuci mata paling mujarab

Ghita Prameswari menarik nafas, menghirup dalam-dalam udara bersih , kemudian memencet sebuah nama dari smartphone nya. Sambil menunggu telepon tersasmbung, ia membakar ujung Evolution-nya, menarik nafas lambat-lambat dan menghembuskan asapnya

“Pagi Dokter. Ini Ghita Dokter. Ada pasien baru nih. Sebenernya sih setress doang Dok, tapi saya sudah malas berusan sama begundal tengik ini ….. Iya, atur aja sama dokter ……. Alaaah, gabungin aja sama yang empat sebelumnya, biar dia merasa kalo ada gangguan jiwa juga. Hahahaha. Terima kasih Ya, Dokter. Sampai ketemu”

Ghita memutar satu buah lagu Cleopatra Stratan dari playlist smartphone -nya, yang berjudul sama dengan nama nya - Ghita . Sambil bergoyang mengikuti irama musik, dipencentnya lagi nomor terakhir dalam daftar panggilan keluar. Kirim pesan.

Sayang, sampai lupa. Aku di Villa biasa ya. Cepat datang. Kangen banget

Dr. dr. Lazuardi, SpKJ – RS Jiwa . Pesan terkirim

Ghita, te-astept diseara la portita, Langa portita de la scoala , Vino da numa nu vini *** vii tu, De obicei cu mana goala, Cine te mai asteapta ca si mine, O seara intreaga numai pe tine, Ghita, arata-mi tu o fata care, Sa te iubeasca asa de tare!




Permata Hijau, Oktober 2012

6 komentar:

  1. smakin gak ketebak aja lu mom
    gila lu mom

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yah, di masukin ke RSJ juga dong sama Ghita. Thanks yaaa

      Hapus
    2. Lompatan adegan yg terlalu mepet membuat sosok Ghita sulit dikencani secara intim apakah dia normal atau stres :) yg gw tangkap aktor utamanya Ghita. Dia tipe wanita yg tau kapan hrs normal dan kapan jadi gila. Lagi-lagi Momsky menyingkap sisi lain dari kegelisahan pribadi dan sifatnya dgn memboncengi Ghita secara rapi. Hidup kadang perlu gila supaya kelihatan normal dan berlagak normal di tengah situasi yg gila. Sekian :)

      Hapus
    3. Benar. saya sengaja membuat alur Ghita tidak terlihat "utama" - semata-mata ingin menghindari kesimpulan cerita diawal membaca. Karakter Ghita, merupakan evil side yang hanya mampu disimpan dalam khayal. Hahaha. Lagi-lagi you know me so well, Bung. Makasih Komentarnya

      Hapus
  2. Wuiihhh, dirimu penulis yg handal ternyata...kudu berguru nih...˚╬╬ϱϱ˚╬╬ϱϱ˚╬╬ϱϱ˚

    BalasHapus
    Balasan
    1. Agak berlebihan bilang saya penulis handal, sebab saya masih tahap belajar dan ini baru fiksi ke-3 saya. hehehe. But Eniwei, makasih sudah mampir.

      Hapus