Siang itu sepulang sekolahnya, seperti biasa Umi terlihat sangat sibuk. Memeriksa buku-bukunya, mengecek tulisan dan
tugas-tugasnya, dan tidak lupa melontarkan pertanyaan yang sama setiap harinya,
“Ada PR nggak? Ibu guru bilang apa?”.
Acuh tak acuh, bocah lelaki 7 tahun
itu hanya menjawab sambil mengangkat bahunya, “Nggak taaaau”.
Umi terlihat gusar. Sudah hampir
enam bulan di kelas satu sekolah dasar, Darrel belum juga bisa diandalkan dalam
menyampaikan pesan. Umi kemudian terlihat fokus pada ponselnya. Dikirimnya pesan
pendek ke nomer Mama Alya, orang tua murid teman sekelas Darrel. Beberapa saat
kemudian balasan muncul di layar Ponsel Umi. Ada PR, di buku tematik, halaman 30-31. Lalu Bahasa Inggris halaman 19.
Ada kelegaan di wajah Umi,
kemudian Umi mengganti pakaian Darrel dan menyuapinya makan.
“Habis makan, istirahat sebentar,
terus kerjakan PR ya?”
Darrel mengangguk.
“Habis ngerjain PR?” tanyanya.
“Bobo siang, baru boleh main.”
Darrel mengangguk lagi.
Umi beberapa kali mengeluh tegang
mengahadapi Darrel, khawatir kalau-kalau Darrel tidak mampu mengikuti
pelajaran, mengingat secara usia, Darrel memang belum waktunya masuk SD.
Apalagi sebulan pertama, Ibu Guru Tarsilah wali kelas 1A mengatakan, Darrel
termasuk 10 besar terbawah.
Belum lagi didapati beberapa tugas
yang harusnya diselesaikan di kelas dan dapat nilai, tidak ada dalam buku
Darrel. Sekali dua kali, Umi mendatangi Ibu Guru Tarsilah untuk meminta nilai,
tapi kemudian Ibu Guru tidak mau memberikannya, “Biar anaknya yang minta
sendiri, belajar berani”. Kalau sudah begini, Umi biasanya uring-uringan
sendiri.
Bila saatnya UTS dan UAS, Umi
akan berpuasa, agar Darrel lancar menjalankan ujiannya. Umi juga memberi
peraturan tegas pada Darrel, tidak ada nonton televis selama ujian. Buat Darrel
sendiri, segala bentuk aturan yang diberikan padanya, acap kali ditentang.
Bila sudah begini, biasanya Umi dan Darrel akan melangsungkan aksi saling diam.
Kemarin, penerimaan raport. Nilai
Darrel sungguh melebihi harapan. Angka 8 dan 9 menghiasi kolom-kolom mata
pelajaran. Walau tidak rangking, Darrel masuk kategori 10 besar DARI ATAS!
Menerima kabar itu, aku hanya
bisa menitikan air mata. Haru, bahagia, dan malu. Darrel berhasil, bukan
karerena aku Ibu nya. Darrel bisa, bukan karena Mominya. Aku orang tuanya,
tidak berandil besar. Ini semua berkat Umi, neneknya.
Jikalah hari ini merupakan hari
Ibu, rasanya belum pantas Darrel mengucapkannya untuk ku. Karena sebagai Ibu,
aku bukanlah seperti Ibu yang di maksud dalam filosofi Hari Ibu. “Ibu” selama 7
tahun usia Darrel, sesungguhnya adalah milik Umi, neneknya.
Terima kasih Umi, telah menjadi
Ibu bagi aku dan cucu mu. Maafkan Momi, Darrel – belum sempurna menjadi Ibumu
sampai hari ini.
Meruya Utara, 22 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar