10 Desember 2008. Aku ngga habis-habis nya mengamati wajah nya yang
tertidur lelap. ah, wajah paling tampan yang pernah Aku lihat. Wajah
yang begitu lucu yang pernah aku temui. dan wajah paling innocent yang
pernah tercipta. Ngga berasa air mata ku menetes lembut di pipi sambil
terus menatapnya. wajah itu pada hari ini tepat berusia 3 tahun. Dia
adalah anak ku. Darrel Firky Deharsya. Buah cinta kami seorang dan
satu-satunya.
Aku menerawangkan pikiran ke 4 tahun yang
lalu, saat aku mengandung nya. Tahun dimana aku ngga siap hamil ataupun
punya anak. Tahun dimana aku begitu merasa menjadi orang yang
“menderita”. Tahun dimana , pada kemudian hari aku baru menyadari,
adalah tahun aku tidak tau terima kasih.
Aku takut punya
anak. Aku takut jadi ibu. Aku takut ga adil. Aku takut ga bisa cinta.
Aku takut … ah sejuta ketakutan yang sama sekali ngga beralasan,
ketakutan yang menyelimuti ku, akibat ngga siap jadi seorang ibu, yang
didasari atas ketidak pernah sukaan ku terhadap anak kecil. Yah, aku
ngga suka anak kecil, sepanjang ingatan ku. Apa yang terjadi jika aku
punya anak? sedangkan aku sendiri ngga suka anak kecil? Dengan segala
ketakutan dan ketidaksiapan, aku jalani 9 bulan 14 hari yang penuh
dengan “penderitaan”
Aku pandangi wajah tampan Darrel
kembali. Ku cium pipi, mata, bibir dan keningnya. Dia bergerak kaget,
lalu membalikan badan nya membelakangi ku. Aku membersihkan jejak air
mata yang membekas di pipi. Sambil terus mengingat-ingat masa-masa itu,
27 tahun yang lalu …
Aku terlahir sebagai anak ke dua saat
kakak perempuan gue berusia 4 tahun. Menjelang balita, Kakak perempuan
ku jarang mau ajak main , mungkin ngerasa malas ya di intilin anak
kecil .
Alhasil aku selalu main di rumah tetangga, yang beda
usianya sebenernya Cuma 6 bulan diatas ku. Namun karena sama-sama dari
Jawa, toto kromo mengharuskan aku memanggilnya dengan sebutan Mas.
Namanya
Fauzi, dan aku menyapanya nya dengan sebutan Mas Uji. Mas Uji ini anak
bungsu dari 3 bersaudara, makanya dia suka banget ama sosok “adik”, dan
memang ngemong banget sama anak yang lebih kecil. Bertahun-tahun aku
selalu main di rumah mas uji, karena emang banyak mainan dirumahnya yg
aku nggak punya, kalo aku nggak di kasih pinjem mainannya, aku akan
“pura-pura” ngambek, dan bilang “Ya udah, Ridzki pulang!” dengan muka
cemberut, dan Mas Uji yg pasti langsung ngalah, dan narik lengan ku agar
jangan pulang.
Mas Uji punya kucing, namanya Belang. Kata
mas Uji, itu kucing ku juga. Sumpah, Mas uji berbagiii banget sama Aku.
Sampai2 Aku membatin, andai kakak nya Mas Uji, bukan Kakak cewek jelek
yang nggak mau ajak ku main itu. Aku pengen banget punya kakak laki2.
One
day, ada tetangga baru dateng, punya anak sekitar 8 bulan , baru bisa
duduk kok. Ukh, menggemaskan lah. Itu yang dikatakan mas Uji. Mas Uji
seneeeng banget main ama tu anak. Diam-diam aku kok keseel, nggak
terima, merasa diabaikan, dan aku NGGA SUKKA ama anak kecil itu !!
"Ridzki
kecil" nggak tau, itu namanya cemburu. Yang aku tau, sejak itu Mas Uji
berbeda. Kalo aku pura-pura ngambek ngancem pulang, Mas Uji nggak peduli
lagi, dgn cuek dia akan bilang , “Ya udah sana Pulang”.
Aku tau pasti, ini semua karena si Kecil mennggemaskan bernama Deni.
Seetahun
berlalu, Mas Uji harus masuk sekolah SD. Aku merengek dengan Ibu agar
bisa sekolah juga bareng Mas Uji. Tapi nggak Bisa, karena aku belum
cukup umur, dan kalo pun mau, harus ada ijazah TK. Maka, sangat terpaksa
aku & Mas Uji berpisah, Aku masuk TK, Mas Uji masuk SD.
Saat aku TK, Aku mendapat seorang adik laki-laki dengan beda usia 6 tahun. Lengkap sudah …
Aku “kehilangan” Mas Uji karena anak kecil, dan Aku lagi-lagi ”kehilangan” status anak “kecil” (bungsu) karena kehadiran adik ku
That’s
Why aku nggak pernah bisa suka sama yang namanya anak kecil. Kerena aku
nganggep anak kecil “merusak” perhatian yang harusnya diberikan kepada
ku. Aku belum “Puas” merasa DIPERHATIKAN. Hal tersebut terus berlangsung
sampe aku hamil .
Segala keparnoan ku mendadak hilang,
detik dimana ku liat Darrel keluar dari rahim ku, 3 tahun lalu. Aku
nangis. Aku bahagia. Aku sempurna. Dan yang pasti Aku mencintainya.
Ketakutan-ketakutan itu mendadak hilang. Bersama Firman, suami ku yang
setia senantiasa bersama ku, aku tau, semua ketakutan ku, akan sirna.
Aku
benerin bedcover yang menumpuk diujing kakinya, dan menyelimutinya. Dia
malah marah, dan menendang kembali bedcover tersebut. Hahaha, aku
tertawa dalam hati. Darrel sifatnya Aku banget. ga suka tidur selimutan.
Suka marah ngga jelas. Manja. Cerdas. Kadang ngeselin. Menggemaskan.
Mudah putus asa. Tapi Mau belajar, meski cuma sebentar.
Tuhan,
maafkan aku dulu sempat berfikir untuk mengingkari “titipan” Mu.
Sekarang, ku mohon pada Mu, izinkan ku rawat dan besarkan “titipan” mu
ini, dengan rasa cinta ku, sampai nanti pada saat nya ku harus
mengembalikan pada Mu.
Hari semakin larut. Dan gue terlelap bahagia sambil memeluk Darrel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar